BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qawa’id
Al-Kulliyah
Kaidah
Kulliyah merupakan qaidah yang bersifat umum yang karenanya dapat menampung
seluruh bagian-bagiannya sampai teperinci sama sekali[1]
Sedangkan yang dimaksud dengan lafadz-lafazd kulliy[2],
Qawa’id merupakan jamak dari qaidah (kaidah). Para ulama mengartikan qaidah
secara etimologi (asal usul kata) dan terminologi (istilah). Dalam arti bahasa,
qaidah bermakna asas, dasar, atau fondasi, baik dalam arti yang konkret
maupun yang abstrak, seperti kata-kata qawâ’id al-bait, yang artinya
fondasi rumah, qawâ’id al-dîn, artinya dasar-dasar agama, qawâ’id
al-îlm, artinya kaidah-kaidah ilmu. Arti ini digunakan di dalam Al-qur’an
surat Al-Baqarah ayat 127 dan surat An-Nahl ayat 26 berikut ini:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 127).
”Sesungguhnya
orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah
menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh
menimpa mereka dari atas, dan datanglah adzab itu kepada mereka dari tempat
yang tidak mereka sadari” (QS. An-Nahl: 26).
Dari kedua ayat
tersebut bisa disimpulkan arti kaidah adalah dasar, asas atau fondasi, tempat
yang diatasnya berdiri bangunan.
Pengertian kaidah semacam ini
terdapat pula dalam ilmu-ilmu yang lain, misalnya dalam ilmu nahwu bahasa arab, seperti maf’ul itu manshub dan
fa’il itu marfu’. Dari sini ada unsur penting dalam kaidah yaitu hal yang
bersifat kulli (menyeluruh, general) yang mencakup seluruh
bagian-bagiannya[1].Yang dimaksud dengan lafadz-lafazd kulliy[2],
A. Pendapat Ulama Tentang Qawa’id
Al-Kulliyah
Para ahli
ushul figh tidak sependapat dalam menetapkan jumlah Qaidah Kulliyah sebagaimana
halnya tidak sama dalam menetapkan jumlah Qaidah Kulliyah Induk.
Qaidah ke :
1
Ijtihad itu
tidak batal karena ijtihat
Penerapan
dari kaidah ini ialah apabila seorang mujtahid mengijtihadkan suatu masalah dan
kemudian setelah hasil ijtihad itu dijalankan tiba-tiba ia mengijtihadkannya
kembali. Sesuai dengan kaidah diatas, maka hasil ijtihad ulangan ini tidak
dapat membatalkan hasil ijtihadnya yang pertama, sebagaimana ijtihad yang
dilakukan oleh orang lain terhadap masalah itu tidak dapat membatalkan
ijtihadnya, sebab ijtihadnya yang kedua bukan dianggap lebih kuat dari pada
hasil ijtihad yang pertama dan ijtihad dari orang lain pun tidak dianggap lebih
berhak untuk diikuti dari pada hassil ijtihatnya.
Contohnya:
1. seorang hakim memutuskan perkara sesuai dengan hasil ijtihadnya dan
vonis yang telah dijatuhkan terus dijalankan oleh orang yang terkalahkan. Pada
waktu lain ia meninjau keputusannya itu dan akhirnya berdasarkan ijtihadnya
yang baru memutuskan berlainan dengan vonis yang telah diajatuhkan dahulu.
Keputusan yang pertama tidak dapat dicabut oleh keputusan yang kedua, sekalipun
keputusan yang terakhir ini lebih kuat.
Qaidah ke :
2
Hukuman had
gugur karena samar-samar
sesuatu
perkara yang belum didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa perkara itu adalah
melanggar suatu peraturan, menyebabkan orang yang berperkara atau dituduh
berperkara tidak dapat diajtuhi hukuman.
Contohnya :
1. seorang mencuri pintu masjid tidak dapat dijatuhi hukuman had, karena
syubhat. Kesyubhatannya terletak pada perbedaan pendapat di antara para imam
mazhab. Antara lain Abu Hanifah mengatakan bahwa pintu itu dipandang tidak
berada di tempat penyimpanan yang sewajarnya, sedangkan imam asy-Syafi’i menetapkan bahwa pintu itu sudah berada di
tempat penyimpanan yang sewajarnya. Karena memang disitulah tempat penyimpanan
pintu. Bukan di dalam kamar (syubhat fit thariq).
Qaidah ke :
3
Perlakuan pemimpin
terhadap rakyat disesuaikan dengan kemaslahatan
Qaidah ini
member sugesti kepada setiap pemimpin agar selalu mengemban amanat penderitaan
umat dan petunjuk baginya dalam mengatur mereka hendaknya memperhatikan
kemaslahatan mereka.
Contohnya :
1. seorang amil yang diberi tugas untuk membagi zakat kepad orang-orang
yang berhak menerimanya diharamkan memberikan bagian yang lebih banyak kapada
beberapa orang (golongan) saja. Padahal kebutuhan mereka dalah sama. Yang
demikian itu sudah barang tentu tidak membawa kemaslahatan bersama.
Qaidah ke :
4
Keluar dari
perselisihan, terpuji.
Qaidah ini
bersumber dari firman Tuhan :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) (
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. ( al-Hujarat : 12 ).
Contohnya :
1. Disukai mengkhasar shalat bagi orang yang bepergian sejauh tiga marhalah
(+- 84 km) sebagai jalan dari perselisihan para ulama dalam masalah ini.
Menurut imam Abu Hanifah orang yang bepergian sejauh tiga marhalah wajib
mengqashar shalat, sedangkan bagi imam-imam yang lain tidak mewajibkannya.
Mengkasar shalat dalam keadaan bepergian dengan menganggap bukan suatu
kewajiban, tapi sebagai suatu perbuatan yang disukai, berarti sudah mencari
jalan keluar dari perselisihan para ulama.
2. Dimakruhkan sembahnyang munfaridah (sendirian) bagi orang-orang yang
berada dibelakang barisan orang yang berjama’ah, sebagai satu-satunya jalan
keluar dari pendapat Imam Ahmad yang membatalkan sembahyang orang tersebut.
Qaidah ke : 5
Mengutamakan orang lain dalam soal ibadat
makruh dan dalam soal keduniaan disukai.
Para ahli Ushul membuat qidah ini bersumber
dari firman Tuhan :
crãÏO÷sãur #n?tã öNÍkŦàÿRr& öqs9ur tb%x. öNÍkÍ5 ×p|¹$|Áyz 4 `tBur s-qã £xä© ¾ÏmÅ¡øÿtR Í´¯»s9'ré'sù ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$#
dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka Itulah orang orang yang beruntung. ( al-Hasyr : 9 ).
Contohnya :
1. Waktu salat telah tiba. Ada seorang yang mendapatkan air hanya cukup
untuk dirinya sendiri. Tetapi air itu diserahkan kepada orang lain agar dipergunakan
wudhu, sehingga dirinya sendiri tidak dapat melaksanakan salat. Tindakan yang
demikian itu adalah tindakan yang tidak dibenarkan dan tidak terpuji.
2. Seorang makmum dalam sembahyang jamaah yang sudah di saf awal mundur
untuk menyerahkan tempat tersebut kepada orang lain yang dipandang terhormat,
maka tindakan yang semacam ini adalah makruh
3. Seorang memberikan makanan kepada fakir miskin, padahal ia sendiri
sangat membutuhkan makanan itu, maka tindakan yang semacam itu adalah tindakan
yang terpuji, sebab ia mengutamakan orang lain dalam hal keduniaan bukan dalam
soal-soal ibadat
Qaidah ke :
6
Pengikut itu
mengikuti
Yang
dimaksud dengan qaidah ini ialah bahwa sesuatu yang sukar dipisahkan dengan
pokoknya selalu mengukuti pokoknya. Yakni tidak perlu adanya ketentuan sendiri.
Kecuali kalau memang dikehendaki demikian.
Contohnya :
a. Pengikut tidak disendirikan hukumnya
1. Hewan yang dijual dalam keadaan bunting, maka anaknya yang berada
didalam perut sekaligus mengikuti induknya, tidak perlu dilakukan perikatan
jual beli baru, selagi tidak ada perjanjian lain.
b. Pengikut gugur karena gugurnya yang diikuti
1. Seorang yang gugur menjalankan shalat wajibnya lantaran ganguan sakit
ingatan, ia tidak disunnatkan menjalankan shalat sunat rawatibnya, karena shalat
fardhunya gugur, dengan sendirinya shalat sunat yang mengikutinya gugur pula.
c. Pengikut tidak mendahului yang diikuti
1. Seorang ma’mun tidak boleh mendahului imam dalam takbiratul ihram,
mengucapkan salam dan perbuatan-perbuatan yang lain
2. Bila seseorang menjual sesuatu barang kepada orang lain dengan syarat
terus digadaikannya, tetapi dalam waktu beraqad dia mendahulukan kalimat gadai
dari pada menjual, maka tidak sah
d. Dimaafkan kepada pengikut sesuatu yang tidak dimaafkan pada lainnya
1. Seorang menjual tanaman yang masih hijau (muda) Karena mengukuti tanah
yang dijualnya, diperbolehkannnya. Tetapi kalau hanya menjual tanamannya saja
yang masih hijau itu tidak diperkenannka, sekiranya tidak dicabut sama sekali
dari tanah.
Qaidah ke : 7
Harim mempunyai hukum seperti harim lahu
Tiap sesuatu
itu mempunyai daerah perbatasan yang berada di sekitarnya. Daerah perbatasann
ini disebut dengan harim. Harim sebuah masjid ialah tempat-tempat disekitar
masjid yang rapat hubungannya dengan bangunan masjid itu sendiri, seperti
serambi muka dan samping kanan-kiri. Harim untuk kepala ialah leher dan muka.
Contohnya :
1. Dilarang mengadakan perikatan jual beli atau duduk beberapa saat bagi
orang yang sedang berhadast besar di serambi masjid, karena serambi masjid
hukumnya sama dengan masjid.
Qiadah ke : 8
Suatu yang banyak dikerjakan lebih banyak
keutamaanya
Contohnya :
1. Memisah-misahkan tiap rakaat dalam mengerjakan salat witir adalah lebih
baik dari pada menyambung beberapa rakaat dalam sekali salam. Sebab
memisah-misahkan yang demikian itu menambah niat, takbir dan jumlah salam.
2. Shalat sunnat dengan duduk adalah berpahala separo shalat dengan berdiri
dan shalat dengan tiduran adalah berpahala separo shalat dengan duduk.
3. Menjalankan sendiri-sendiri dua macam ibadah adalah lebih baik dari pada
menjalankan dengan cara merangkapnya, misalnya menjalankan ibadah haji ifrad (
menjalankan ihram haji dulu kemudian terus haji, melakukan ihram umrah dulu
baru kemudian melakukan umrah yang masing-masing dikerjakan sendiri-sendiri)
adalah lebih baik dari pada menjalankan haji qiran ( semuanya itu dikerjakan
bersama-sama secara serentak).
Qaidah ke : 9
Fardhu itu lebih baik dari pada naïf (
sunnat).
Adalah logis
kiranya tugas kewajiban itu lebih utama dari pada tugas sukarela. Sehingga
orang yang dapat menyelesaikan tugas wajibnya dengan sukses akan lebih mulia
daripada orang yang hanya dapat menyelesaikan tugas tambahan saja.
Namun demikian dalam beberapa hal syara’
memberikan pengecualian, misalnya:
1. Memulai dahulu memberikan salam kepada orang yang setiap bertemu itu
adalah sunnat, sedangkan jawaban dari orang yang mendengarkannya adalah wajib.
Namun demikian dalam hal ini yang memulai memberikan salam itulah yang lebih utama dari pada
menjawabya
2. Melalukan wudhu sebelum masuk waktu sembahyang adalah lebih baik dari pada
setelah masuk waktu sembahyang, yaitu waktu wajib wudhu, sebab mengandung
kemaslahatan dan membuat ketentraman hati.
Qaidah ke : 10
Sunnat lebih lonngar daripada fardhu
Atas dasar itulah :
1. Seseorang yang telah berijtihad menemukan kiblat untuk sembahyang wajib,
tidak perlu berijtihad kembali jika hendak sembahyang sunnat
2. Seorang bertayamun untuk menjalankan shalat wajib tidak perlu lagi
bertayamun untuk melaksanakan shaalat sunnat rawatib lainnya.
3. Tidak wajib bagi orang yang berpuasa sunnat niat di malam hari
sebelumya.
Qaidah ke : 11
Yang mudah tidak gugur Karena yang sukar
Contohnya:
1. Seorang yang hanya sanggup menutup sebagian auratnya tidak gugur wajib shalatnnya.
Ia harus mengerjakan shalat dengan kemampuan yang ada.
2. Seorang sembahnyang yang hanya sanggup membaca surah al-Fatihah,
hendaklah ia mengerjakan dengan kesanggupan yang dimilikinya.
Qaidah ke :12
Apabila dua buah perkara yang sama jenisnya
dan tidak berbeda maksudnya berkumpul, maka salah satunya masuk kepada yang
lain.
Contohnya:
1. Apabila hadast kecil berkumpul dengan hadast besar pada seseorang, maka
cara menghilangkan keduanaya dilakukan dengan mandi saja. Sebab jenis keduanya
adalah sama.
2. Jika seseorang masuk masjid kemudian terus bersembahyang fardhu, maka shalat
tahyatul masjidnya sudah mencakup dalam sembahyang fardhu tersebut.
Qaidah ke : 13
Bila haram dan haram berkumpul, dimenagkan
yang haram.
Contohnya:
1. Seorang pemburu menenbak seekor bintang buruan, kena dan ia terus lari
ke tempat yang tinggi. Dari tempat itu ia jatuh tergelincir sampai membawa
kematiannya. Pemburu diharamkan makan daging binatang tersebut. Sebab ada
kemungkinan kematiannya luka-luka akibat tembakan, sehingga halal dimakan, dan
ada kemungkinan karena luka-luka akibat jatuh tergelincir, hingga dihukumi
sebagai bangkai yang haram dimakan. Berkumpulnya dua hukum halal dan haram pada
sesuatu yang sama kuatnya, menurut qaidah di atas dimenangkan yang haram.
Qaidah ke : 16
Sesuatu yang ditetapkan menurut syara’
didahulukan daripada yang ditetapkan oleh syarat.
Contohnya:
1. Seorang bernadzar hendak melaksanakan sembahyang wajib lima kali sehari
semalam, bila tercapai maksudnya, nadzar wajib yang demikian itu tidak sah.
Artinya biar tercapai maksudnya atau tidak kewajiban salat itu harus dikerjakan,
karena sudah merupakan ketetapan dari syara’. Sedangkan nadzar untuk
mrnjalankan kewajiban itu merupakan syarat yang ditetapkan oleh manusia
sendiri. Oleh karena itu ketetapan syara’ harus didahulukan tanpa menunggu
tercapainya syarat. Sekiranya syarat tercapai, lalu dikerjakannya kewajiban,
maka hal itu berarti sia-sia, yakni berhasilnya sesuatu yang telah berhasil.
Qaidah ke : 17
Sesuatu yang diharamkan mengunakannya
diharamkan mengambilnya
Menurut
pendapat yang terkuat bahwa mengambil atau menyimpan alat-alat dan memelihara
anjing selain anjing pemburu adalah dimakruhkan. Sebab menurut nash-nash yang
sharih illat larangan tersebut untuk dimanfaatkan. Dan tidaklah lazim, jika
mengambil sesuatu itu tidak untuk dipergunakannya.
Qaidah ke :
18
Sesuatu yang
diharamkan menganbilnya diharamkan memberikannya
Contohnya:
1. Memberikan harta riba kepada orang lain hukumnya haram sebagaimana
mendapatkan harta riba itu untuk dirinya sendiri
2. Memperoleh uang dari hasil menjual kehormatan adalah haram, demikian
juga mendemakannya kepada dana-dana sosial atau kepada pesorangan.
3. Mengambil uang suap adalah haram sebagaimana halnya memberikan uang suap
tersebut kepada orang lain.
Qaidah ke : 19
Perwalian khusus lebih kuat dari
padaperwalian umum
Sesuai dengan qidah ini, maka :
1. Seorang wali hakim tidak boleh mengawinkan seorang wanita yang masih
mempunyai wali.
2. Seorang wali dapat menuntut qishas atau diyat atau memberikan
pengampunan sama sekali terhadap orang yang melakukan tindakan pembunuhan
terhadap orang yang berada dibawah perwaliannya, tetapi wali hakim yang
statusnya sebagai wali umum tidak dapat menuntut hak-hak tersebut
Qaidah ke :
20
Rela
terhadap sesuatu, rela terhadap apa yang dilahirkannya
Contohnya:
1. Jika orang yang mengagadai barangnya sebagai jaminan hutangnya telah
mengizinkannya dengan setulus-tulusnya kepada pegadai untuk memanfaatkannya.
Kemudian ternyata bahwa barang yang digaikannya itu terdapat kerusakan, maka si
pegadai tidak harus menanggung kerugiannya. Sebab kerusakan tersebut timbul
dari suatu perbuatan yang telah diizinkan oleh orang yang menggadaikannya.
[2]
Al-kulliyat termasuk penunjukkan lafadz mufrad
baik mutawati atau musyakki 9lihat bab tentang al-mufrad).
Hanya saja satu tarkib (atau murakkab = kebalikan dari mufrad) apabila
bias dibentuk sehingga dibawahnyamungkin tercakup berbagai bagian atau
anggota, maka kulliyat bisa masuk kedalamnya majaz, karena adanya ‘alaqah (hubungan), musyabbah
(menyerupai al-mufrad). Pada kondisi demikian tarkib termauk lafadz
kulliy yang mencakup bagian-bagian tertentu, ketika hokum syara dihubungkan
dengan lafadz yang kulliy. Hokum
itu disebut kaidah kulliyat.
[1] Fathur Rahman, Dasar-Dasar
Pembinaan Hukum Fiqih Islam, (Bandung: Alma’arif, 1986), hlm. 522.
[2]
Al-kulliyat termasuk penunjukkan lafadz mufrad
baik mutawati atau musyakki 9 lihat bab tentang al-mufrad).
Hanya saja satu tarkib (atau murakkab = kebalikan dari mufrad) apabila
bias dibentuk sehingga dibawahnyamungkin tercakup berbagai bagian atau
anggota, maka kulliyat bisa masuk kedalamnya majaz, karena adanya ‘alaqah (hubungan), musyabbah
(menyerupai al-mufrad). Pada kondisi demikian tarkib termauk lafadz
kulliy yang mencakup bagian-bagian tertentu, ketika hokum syara dihubungkan
dengan lafadz yang kulliy. Hokum
itu disebut kaidah kulliyat.
Online Casino - Habanero Pepper Sauce - Ambien Hoppe
BalasHapusOrder 온라인 카지노 online a variety of products for your Mexican or Mexican needs! Jalapeno Pepper Sauce Habanero Pepper Sauce. (14 Pack).